AEPI – Suasana Desa Serang di lereng Gunung Slamet, Kabupaten Purbalingga menjadi semarak. Karena para ecoprinter dari berbagai daerah melakukan rangkaian Ecowisata Lereng Gunung Slamet, sejak tanggal 4 hingga 6 Agustus 2022. Ada kegiatan ngecobareng dan malam berkebaya sebagai dukungan kebaya goes to Unesco. Selain itu menikmati keasrian lereng Gunung Slamet dengan mengejar matahari terbit, panen kol, sawi hijau dan nanas.
Ecowisata ini adalah gagasan dari Asosiasi Eco-Printer Indonesia (AEPI) DKI Jakarta. Kemudian disambut anggota AEPI dari berbagai daerah untuk bergabung, antara lain dari Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan dari Jawa Tengah antara lain dari Kebumen, Pati, serta Purbalingga dan sekitarnya. Sebanyak 35 peserta menginap di homestay Griyaku dan 45 peserta lokal ikut dalam acara ngecoprint bareng dan malam berkebaya.
Sebagai tuan rumah Yu Paijem bersama tim nya, memberi sambutan dan pelayanan secara baik dengan keramahan khas penduduk lereng Gunung Slamet. Sehingga udara dingin pun seolah sirna oleh kehangatan kekeluargaan. Tempat tinggal Yu Paijem menjadi area singgah. Disana tersedia minum kopi; teh dan camilan pisang goreng.
Sebelum kegiatan ngecobareng di aula Griyaku, peserta “ramban” (mencari daun dan bunga) di hutan damar. Hutan Damar berada tak jauh dari lokasi Yu Paijem maupun homestay Griyaku, yaitu sekitar 200 meter. Semua peserta terpana melihat indahnya hutan damar. Beragam jenis tanaman dan rerumputan tumbuh di sepanjang jalan dan diantara pohon damar yang tinggi menjulang
Meskipun rasa ingin memetik sebanyak mungkin, namun peserta tetap mengambil secukupnya dan mencoba beberapa daun yang belum pernah di ecoprint. Para ecoprinter tetap menjaga kelestarian hayati.
Sesampainya di aula Griyaku, peserta mendapat arahan dari Inen Kurnia, pengajar ecoprint dengan AA Mordant. Pada ngecobareng kali ini membuat ecoprint tanpa menggunakan plastik. Inen menjelaskan proses mordant cepat menggunakan aluminium acetate serta menggunakan zat warna alami secang pada blanket nya.
Pada kesempatan itu, hadir Ari Asnani dari Divisi Riset AEPI Jawa Tengah. Ari mengingatkan penggunaan tunjung agar tidak berlebihan karena dapat membuat kain menjadi rapuh. Peserta juga mendapat berbagai tips membuat ecoprint yang berkualitas bagus. Seperti disampaikan pakar pewarna alami, Edi Reno dari Pati, Jawa Tengah.
Mengecobareng di lereng Gunung Slamet yang saat itu bersuhu 17 derajat celcius tak terasa begitu dingin karena tubuh bergerak, hati gembira bersama teman satu hobi. Bahkan beberapa peserta yang lanjut usia juga tampak bersemangat mengikuti tahapan proses ecoprint.
Kegiatan jumat (5/8/22) malam adalah pawai kebaya. Acara ini sebagai dukungan “Kebaya goes to UNESCO” Seluruh peserta mengenakan kebaya dan kain. Ada yang mengenakan kebaya ecoprint dipadukan kain batik. Ada juga yang mengenakan kebaya biasa dipadukan kain ecoprint. Selain peserta ibu-ibu PKK Desa Serang. Kecamatan Karangrejo, Purbalingga, ikut pawai berkebaya. Tak ketinggalan Sekretaris Desa Serang, Giriyanti pun ikut bergabung.
Pawai *berkebaya ecoprint – kebaya goes to UNESCO” menjadi semarak dengan iringan musik angklung yang dimainkan grup angklung Argo Suroyo. Selama perjalanan dari warung Yu Paijem menuju aula Griyaku yang berjarak sekitar 150 meter, peserta berlenggak lenggok mengikuti iringan lagu perahu layar.
Sampai di aula Griyaku, Inen Kurnia sebagai host mengenalkan kembali sosok Yu Paijem yang sudah dikenalnya sejak 3 tahun lalu saat menjadi peserta workshop online yang dibimbing Inen. Dan kini. menjadi kebanggaan Desa Serang Seperti disampaikan Sekdes Serang, Giriyanti, sangat terkesan dan merasa bangga bahwa Yu Paijem bisa memberdayakan masyarakat bahkan bisa mendatangkan tamu dari berbagai daerah ke desa di lereng Gunung Slamet. “Saya sangat berterimakasih atas kehadiran para tamu dari Jakarta dan berbagai kota. Saya juga memberi apresiasi kepada Yu Paijem dan kami mendukung kegiatan ecoprint,” kata Giriyanti.
Penasehat AEPI Anie S Handayani mengatakan sangat mendukung “kebaya goes to UNESCO” karena kebaya sebagai warisan budaya Indonesia. “Mari melestarikan kebaya sebagai kekayaan budaya Indonesia. Kain ecoprint juga cantik dibuat kebaya atau dipakai sebagai kain pasangan kebaya,” kata Anie..
Acara dilanjutkan dengan fashion show, jalan berdua-dua sambil menari diiringi lagu jakatingkir dengan musik angkung Argo Suroyo. Kemudian setiap dua peserta berhenti untuk berfoto di photobooth yang bertuliskan “Malam Berkebaya Ecoprint – kebaya goes to UNESCO”
Pada acara Malam Berkebaya terpilih tiga peserta berkebaya terbaik yaitu, Anie S Handayani, Tina Apriyani, dan Ning Ariyanti
Sementara itu, indahnya panorama Gunung Slamet dan dinginnya udara pengunungan mulai dari terbitnya matahari hingga berganti malam, peserta yang menginap di homestay, tak melewatkan kesempatan untuk berendam di air panas beraroma belerang di Guci Forest.
(dew)